APAKAH NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU A’ALAIHI WA SALLAM HIDUP DI ALAM KUBUR
DAN MENDENGAR SALAM SERTA PANGGILAN ORANG YANG MENZIARAHINYA ?
Pengantar Redaksi
Lembaga Fatwa Kerajaan Saudi Arabia "Lajnah Da'imah", memberikan jawaban
dalam fatwanya no. 4383 [1], ketika di tanya tentang beberapa hal
berkaitan dengan kehidupan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
di alam barzakh, sebagaimana tertuang dalam hadits Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dâwud rahimahullah.
Arti hadits tersebut ialah: Tidak ada seorangpun yang memberi salam
kepadaku, kecuali Allâh Azza wa Jalla mengembalikan rohku kepadaku,
sehingga aku membalas salamnya.
Berikut ini adalah beberapa pertanyaan dan jawaban Lajnah Da'imah yang
kala itu diketuai oleh Syaikh Abdul Aziz bin Bâz rahimahullah, Wakil
Ketua: Syaikh Abdur Razaq Afifi rahimahullah dan anggota : Syaikh
Abdullah bin Ghudayyan. Diangkat dengan terjemah bebas.
APAKAH NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM HIDUP DI KUBUR SEBAGAIMANA DI DUNIA
Soal :
Berkaitan dengan hidup Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
apakah di dalam kuburnya yang mulia, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wa sallam hidup sebagaimana hidup secara fisik di dunia, yaitu dengan
dikembalikannya roh Beliau kedalam jasad serta fisik Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam ? Ataukah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam hidup
secara ukhrawiyah barzakhiyah di 'Illiyyun yang paling atas tanpa ada
pembebanan (taklif) kepada Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ?
Sebagaimana sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam saat kematian
menjemputnya (artinya), "Ya Allâh, dengan ar-Rafiq al-A'la". Sementara
jasadnya sekarang tetap terhampar di dalam kubur tanpa roh ? Sedangkan
roh Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di 'Illiyyun paling atas
? Sementara bersatunya roh dengan jasad serta badan Beliau yang harum
terjadi pada hari kiamat ? Sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla :
وَإِذَا النُّفُوسُ زُوِّجَتْ
Dan apabila roh-roh dipertemukan dengan tubuh. [at-Takwîr/81:7]
Jawab :
Sesungguhnya Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam hidup di kuburnya
dalam arti kehidupan alam kubur (barzakhiyah). Di alam kuburnya Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperoleh berbagai keni'matan hidup yang
dianugerahkan oleh Allâh Azza wa Jalla sebagai balasan atas kerja-kerja
besar dan baik, yang dilakukan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada
saat hidupnya di dunia. Shalawat serta Salam paling afdhal dari Allâh
hendaknya senantiasa tercurah kepada Beliau.
Tetapi bukan berarti rohnya dikembalikan ke jasad supaya Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam hidup kembali sebagaimana hidup di dunia.
Bukan pula rohnya dikumpulkan dengan jasadnya hingga Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam hidup sebagaimana hidup di hari akhirat. Namun
kehidupan ini merupakan kehidupan alam barzakh, pertengahan antara
kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
Dengan demikian diketahui bahwa Beliau telah wafat (mati) sebagaimana
nabi-nabi dan orang-orang lain terdahulu telah mati. Allâh Subhanahu wa
Ta’ala berfirman :
وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِنْ قَبْلِكَ الْخُلْدَ ۖ أَفَإِنْ مِتَّ فَهُمُ الْخَالِدُونَ
Dan Kami tidak menjadikan seorang manusiapun hidup kekal sebelummu. Maka
jika engkau mati, apakah mereka akan kekal ? [al-Anbiya'/21:34]
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ وَيَبْقَىٰ وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Tetapi wajah Rabb-mu yang
memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal. [ar-Rahman/55: 26-27]
إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ
Sesungguhnya engkau (Muhammad) pasti akan mati, dan mereka pasti akan mati pula. [az-Zumar/39:30]
Dan ayat-ayat lain yang membuktikan bahwa Allâh Azza wa Jalla mewafatkan
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Di samping itu juga (terdapat
bukti-bukti lain, di antaranya) :
• Bahwa para Shahabat Radhiyallahu anhum telah memandikan jenazah Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam , mengafaninya, menyalatkannya dan
menguburkannya. Jika Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih
hidup sebagaimana kehidupan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam di
dunia, tentu mereka tidak akan melakukan itu semua, hal yang mereka
lakukan kepada semua orang mati lainnya.
• Fatimah Radhiyallahu anhuma juga telah meminta warisan dari
peninggalan ayahnya. Sebab Fatimah meyakini bahwa Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam telah wafat. Dan keyakinan ini tidak diingkari oleh
seorangpun di antara para Sahabat. Tetapi Abu Bakar Radhiyallahu anhu
menjelaskan bahwa para nabi tidak mewariskan harta. [2]
• Para Shahabat Radhiyallahu anhum juga telah bersepakat untuk memilih
seorang khalifah bagi kaum Muslimin sepeninggal Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam sebagai penerus kepemimpinannya. Dan itu terjadi
dengan diangkatnya Abu Bakar Radhiyallahu anhu sebagai khalifah. Apabila
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup sebagaimana hidup di
dunia, tentu mereka tidak akan mengadakan pengangkatan khalifah. Dengan
demikian hal ini merupakan ijma' dari para Sahabat Radhiyallahu anhum
bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat.
• Demikian pula ketika fitnah (perselisihan umat) dan
persoalan-persoalan berat melanda umat pada zaman pemerintahan Utsman
dan Ali Radhiyallahu anhuma, juga persoalan-persoalan sebelum dan
sesudahnya. Ketika itu terjadi, para Sahabat tidak pergi ke kuburan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta nasehat atau meminta tolong
supaya mendapat jalan keluar serta penyelesaian dari
perselisihan-perselisihan dan persoalan-persoalan ini. Seandainya Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup sebagaimana hidup di dunia,
tentu mereka tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini, sedangkan mereka
sangat membutuhkan kehadiran orang yang dapat menyelamatkan mereka dari
bencana-bencana yang menyelimuti mereka itu.
Adapun roh Beliau, maka roh itu berada di 'Illiyun tertinggi karena
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia terbaik. Allâh telah
memberikan kedudukan tinggi kepada Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
di surga.
APAKAH NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM MENDENGAR SETIAP PANGGILAN ATAU DOA
Soal:
Apakah Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam di kuburannya yang
mulia dapat mendengar setiap doa atau panggilan orang hidup, atau
mendengar shalawat khusus yang ditujukan kepada Beliau ? Sebagaimana
dalam hadits (artinya): "Barangsiapa yang bershalawat atasku di
kuburanku, maka aku mendengarnya…" dst. sampai akhir hadits? Apakah
hadits ini shahih, dha'if atau palsu atas nama Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam ?
Jawab:
Pada asalnya, semua orang mati tidak akan mendengar panggilan orang
hidup dari keturunan anak Adam, tidak pula mendengar doanya. Sebagaimana
firman Allâh Azza wa Jalla :
وَمَا أَنْتَ بِمُسْمِعٍ مَنْ فِي الْقُبُورِ
Dan engkau (Muhammad) tidak mungkin bisa menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar. [ Fathir/35:22]
Tidak ada keterangan yang shahih, baik di dalam al-Qur'an maupun Sunnah
Shahihah, yang dapat membuktikan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wa sallam di dalam kuburnya mendengar setiap doa atau panggilan orang
hidup, sehingga hal itu dianggap menjadi kekhususan bagi Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Yang pasti riwayatnya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
bahwa shalawat serta salam dari orang yang membacanya akan sampai kepada
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Itu saja. Baik yang membaca
shalawat berada di dekat kuburan Nabi Muhammad atau jauh darinya. Sama
saja, tetap akan sampai kepada Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Berdasarkan riwayat yang jelas dari Ali bin Husain bin Ali Radhiyallahu
anhum (cucu Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu –pen), beliau melihat
seseorang datang ke suatu lobang di kuburan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam , lalu orang ini masuk ke dalamnya dan berdoa. Maka Ali bin
Husain bin Ali Radhiyallahu anhum melarangnya seraya berkata: "Maukah
aku ceritakan kepadamu sebuah hadits yang aku dengar dari ayahku, dari
kakekku, dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau bersabda
:
لاَ تَتَّخِذُوْا قَبْرِي عِيْدًا، وَلاَ بُيُوْتَكُمْ قُبُوْرًا،
وَصَلُّوْا عَلَيَّ فَإِنَّ تَسْلِيْمَكُمْ يَبْلُغُنِي أَيْنَ كُنْتُمْ.
رواه أحمد وغيره
Janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai perayaan, dan janganlah
kalian menjadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan, bacalah shalawat
atasku, sesungguhnya salam kalian akan sampai kepadaku di manapun kalian
berada.[3]
Adapun hadits :
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ عِنْدَ قَبْرِي سَمِعْتُهُ وَمَنْ صَلَّى عَلَيَّ بَعِيْدًا بَلَغَتْهُ
Barangsiapa yang bershalawat atasku di dekat kuburanku, maka aku
mendengarnya, dan barangsiapa yang bershalawat kepadaku dari jauh, maka
akan sampai kepada Beliau.
Maka hadits ini adalah hadits dha'if menurut para Ulama Hadits. Syaikhu
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, "Hadits ini adalah hadits
maudhu' (palsu) atas nama al-A'masy menurut ijma' para Ulama. [4]
Sedangkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dâwud dengan isnad yang
hasan, dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
مَا مِنْ أَحَدٍ يُسَلِّمُ عَلَيَّ إِلاَّ رَدَّ اللهُ عَلَيَّ رُوْحِي حَتَّى أَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ
Tidak ada seorangpun yang memberikan salam kepadaku kecuali Allâh akan
mengembalikan rohku kepadaku, sehingga aku akan membalas salamnya. [5]
Maka hadits ini tidak secara terang (tidak sharih) menjelaskan bahwa
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar (langsung) salam
seorang Muslim. Bahkan ada kemungkinan maknanya adalah Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjawab salam seorang Muslim jika
malaikat menyampaikan kepada Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam salam
seorang Muslim kepadanya.
Jikapun kita andaikan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
benar-benar mendengar salam seorang Muslim, namun hal itu tidaklah serta
merta menjadi kepastian bahwa Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dapat mendengar setiap doa dan panggilan orang hidup yang ditujukan
kepada Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
SYIRIKKAH BERDOA KEPADA NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM
Memanggil Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam atau berdoa kepadanya
supaya Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memenuhi kebutuhan pemohon,
atau ber-isti'anah (meminta tolong) kepada Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam supaya Beliau mengatasi musibah atau bencana, baik dilakukan di
dekat kuburan Beliau yang mulia, atau dari jauh; apakah hukumnya syirik
yang buruk atau tidak?
Jawab:
Memohon, memanggil dan meminta tolong kepada Beliau sesudah Beliau
wafat, agar Beliau memenuhi kebutuhan-kebutuhan pemanggilnya dan agar
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melepas marabahaya, maka hukumnya
adalah syirik akbar, menyebabkan pelakunya keluar dari Islam, baik
dilakukan di dekat kuburannya, atau jauh dari kuburannya. Misalnya bila
seseorang berkata, "Wahai Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
berilah aku syafa'at !" Atau berkata, "Kembalikanlah barangku yang
hilang, atau perkataan-perkataan lainnya. Berdasarkan keumuman firman
Allâh Subhanahu wa Ta’ala :
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا
Sesungguhnya tempat-tempat sujud adalah kepunyaan Allâh, maka janganlah
kamu memohon (berdoa) kepada siapapun di samping kepada Allâh.
[al-Jin/72:18]
وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ
فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ ۚ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ
Dan barangsiapa memohon (beribadah) kepada tuhan yang lain selain kepada
Allâh, padahal tidak ada suatu buktipun baginya tentang itu, maka
perhitungannya hanya pada Rabbnya. Sungguh orang-orang kafir itu tidak
akan beruntung. [al-Mu'minûn/23:117]
يُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَيُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ
وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِي لِأَجَلٍ مُسَمًّى ۚ
ذَٰلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ ۚ وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ
دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِنْ قِطْمِيرٍ إِنْ تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا
دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ ۖ وَيَوْمَ
الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ ۚ وَلَا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ
Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam
dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu
yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian itulah Allâh, Rabbmu,,
milik-Nyalah segala kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru
(berdoa/beribadah) selain Allâh tidak mempunyai apa-apa walaupun setipis
kulit ari. Jika kamu memohon kepada meraka, mereka tidak mendengar
suaramu, dan sekiranya mereka mendengar, mereka juga tidak dapat
memperkenankan permintaanmu. Dan pada hari kiamat mereka akan
mengingkari kemusyrikanmu. Dan tidak ada yang dapat memberikan
keterangan kepadamu seperti yang diberikan oleh Allâh Yang Maha teliti.
[Fâthir/35:13-14]
Demikianlah fatwa Lajnah Da'imah yang menerangkan tentang apakah di
kuburannya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar salam, doa,
permintaan serta suara orang yang hidup? Jawabnya, tidak ada nash yang
jelas menerangkan hal itu. Seandainyapun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mendengar salam orang hidup yang ditujukan kepada Beliau, tetapi
tidak berarti bahwa Beliau mendengar setiap perkataan, panggilan dan
permohonan kepadanya. Bahkan memohon kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam supaya Beliau memenuhi kebutuhan pemohon merupakan syirik akbar.
Apalagi jika itu bukan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , betapapun
tinggi kedudukannya, seperti wali. Hendaknya orang takut kepada Allâh,
dan takut akan ancaman-ancaman-Nya. Tiada seorangpun yang dapat
menolongnya jika Allâh murka dan menimpakan siksa kepadanya.
Nas'aluLLaha al-'Afiyah.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun XV/Syaban 1432/2011M.
Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8
Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Bisa dilihat pada Fatâwâ al-Lajnah ad-Dâ'imah, Tahqiq dan Tartib:
Syaikh Ahmad bin Abdur Razaq ad-Duwaisy, Daar 'Ashimah, III/227-231
[2]. Sebagaimana tertuang dalam Shahih al-Bukhari no: 6725, 6726/Fathul
Bâri XII/5, Shahih Muslim/Syarh an-Nawawi, Tahqiq Khalil Ma'mun Syiha
XII/299, no. 4555 dan Abu Dâwud (Shahîh Sunan Abi Dawud, Syaikh
al-Albâni II/239, no. 2968, 2969, 2970, 2977 dll
[3]. Hadits di atas diriwayatkan oleh Abu Ya'la al-Mushili dalam
Musnadnya, no. 469. Muhaqqiq Musnad Abi Ya'la: Husain Salim Asad
mengatakan, riwayat di atas dha'if karena munqathi'. Ali bin Husain bin
Ali telah meriwayatkan dari kakeknya secara mursal. Lihat Musnan Abi
Ya'la, Tahqiq: Husain Salim Asad I/361-362 no. 469, Maktabah ar-Rusyd
dan Daar al-Ma'mun lit Turats, cet. I 1430 H/2009 M. Tetapi terdapat
hadits senada yang shahih, diriwayatkan oleh Abu Dâwud, dari Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu , ia berkata: Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda :
لاَ تَجْعَلُوْا بُيُوْتَكُمْ قُبُوْرًا،وَ لاَ تَجْعَلُوْا قَبْرِي
عِيْدًا، وَصَلُّوْا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ تَبْلُغُنِي حَيْثُ
كُنْتُمْ.
Janganlah engkau menjadikan rumah-rumahmu sebagai kuburan, dan janganlah
engkau menjadikan kuburanku sebagai perayaan, dan shalawatlah atasku,
sesungguhnya shalawatmu akan sampai kepadaku dimanapun engkau
mengucapkannya. (Lihat Shahîh Sunan Abi Dâwud, Syaikh al-Albâni I/571,
no. 2042
[4]. Dipersilahkan meruju' pada Majmû' Fatâwâ Ibni Taimiyah XVII/241
[5]. Lihat Shahîh Sunan Abi Dâwud, op.cit. I/570 Kitab al-Manasik, Bab Ziyarati al-Qubur, no. 2041
Tidak ada komentar:
Posting Komentar