PENDAHULUAN
Segala puji milik Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kita memujinya, memohon
ma'unah dan maghfirah-Nya, bertaubat dan berlindung kepada-Nya dari
kejahatan diri keburukan amal perbuatan kita. Barangsiapa yang diberi
petunjuk oleh Allah maka tiada yang dapat menyesatkannya, dan
barangsiapa yang disesatkannya maka tiada yang dapat menunjukinya.
Aku bersaksi bahwa Tuhan yang berhak di sembah selain Allah, tiada
sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
rasul-Nya. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam diutus Allah dengan
membawa petunjuk dan agama yang haq. Beliaupun telah menyampaikan
risalah, melaksanakan amanah, tulus dan kasih kepada umat, serta
berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benarnya sampai beliau berpulang
ke rahmat-Nya, sedang umatnya beliau tinggalkan pada jalan yang terang
benderang, siapa yang menyimpang darinya pasti binasa.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menerangkan segala
kebutuhan umat dalam berbagai aspek kehidupan mereka, sebagaimana yang
dikatakan oleh Abu Dzar Radhiyallahu 'anhu : "Tidak ada yang diabaikan
oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, sampai burung yang mengepakkan
sayapnya di langit, melainkan beliau telah mengajarkan kepada kami
tentang ilmunya".
Ada seorang musyrik bertanya kepada Salman Al-Farisi Radhiyallahu 'anhu :
" Apakah Nabi kalian mengajarkan sampai tentang tatacara buang hajat
..? Salman menjawab : 'Ya, beliau telah melarang kami menghadap kiblat
ketika buang hajat, dan membersihkan hajat dengan kurang dari tiga batu,
atau dengan tangan kanan atau dengan kotoran kering atau dengan
tulang".
ALLAH TELAH MENJELASKAN USHUL DAN FURU AGAMA DALAM AL-QURANUL KARIM
Anda tentu tahu bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjelaskan dalam
Al-Qur'an tentang ushul (pokok-pokok) dan furu' (cabang-cabang) agama
Islam. Allah telah menjelaskan tentang tauhid dengan segala
macam-macamnya, sampai tentang bergaul sesama manusia seperti tatakrama
pertemuan, tatacara minta izin dan lain sebagainya. Sebagaimana firman
Allah Ta'ala
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ
"Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu :
'Berlapang-lapanglah dalam majlis', maka lapangkanlah niscaya Allah akan
memberi kelapangan untukmu" [Al-Mujaadalah : 11]
Dan firman-Nya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ
بُيُوتِكُمْ حَتَّىٰ تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَىٰ أَهْلِهَا ۚ
ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا
فِيهَا أَحَدًا فَلَا تَدْخُلُوهَا حَتَّىٰ يُؤْذَنَ لَكُمْ ۖ وَإِنْ قِيلَ
لَكُمُ ارْجِعُوا فَارْجِعُوا ۖ هُوَ أَزْكَىٰ لَكُمْ ۚ وَاللَّهُ بِمَا
تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan
rumahmu sebelum minta izin dan memberi salam kepada penghuninya, yang
demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu selalu ingat. Jika kamu tidak
menemui seseorang di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu
mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu : 'Kembalilah !' maka
hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu, dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan". [An-Nuur : 27-28]
.
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjelaskan pula kepada kita dalam Al-Qur'an tentang cara berpakaian. Firman-Nya.
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ
عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ
بِزِينَةٍ
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan
mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi) tiadalah atas mereka dosa
menanggalkan pakaian mereka [1] dengan tidak (bermaksud) menampakkan
perhiasan" [An-Nuur : 60].
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ
الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ
أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا
رَحِيمًا
"Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan
istri-istri orang mu'min : 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbanya[2] ke
seluruh tubuh mereka'. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun
lagi Maha penyayang". [Al-Ahzaab : 59].
"Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasaan yang mereka sembunyikan". [An-Nuur : 31]
وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَٰكِنَّ
الْبِرَّ مَنِ اتَّقَىٰ ۗ وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا ۚ
وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Dan bukankah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya[3], akan
tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa, dan masuklah
ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya". [Al-Baqarah : 189].
Dan masih banyak lagi ayat seperti ini, yang dengan demikian jelaslah
bahwa Islam adalah sempurna, mencakup segala aspek kehidupan, tidak
perlu ditambahi dan tidak boleh dikurangi. Sebagaimana firman Allah
Ta'ala tentang Al-Qur'an.
وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَىٰ هَٰؤُلَاءِ ۚ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ
"Dan Kami turunkan kepadamu kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu". [An-Nahl : 89].
Dengan demikian, tidak ada sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia baik
yang menyangkut masalah kehidupan di akhirat maupun masalah kehidupan di
dunia, kecuali telah dijelaskan Allah dalam Al-Qur'an secara tegas atau
dengan isyarat, secara tersurat maupun tersirat.
Adapun firman Allah Ta'ala.
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ
إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُمْ ۚ مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ۚ
ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ
"Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang
terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu.
Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam al-kitab. Kemudian kepada
Tuhanlah mereka dihimpunkan". [Al-An'aam : 38].
Ada yang menafsirkan ''al-kitab" disini adalah Al-Qur'an. Padahal
sebenarnya yang dimaksud yaitu "Lauh Mahfuzh" . Karena apa yang
dinyatakan Allah Subhanahu wa Ta'ala tentang Al-Qur'an dalam firman-Nya :
"Artinya : Dan Kami turunkan kepadmu kitab (Al-Qur'an) untuk
menjelaskan segala sesuatu". lebih tegas dan lebih jelas daripada yang
dinyatakan dalam firman-Nya : "Artinya : Tidaklah Kami alpakan
sesuatupun di dalam al-kitab".
Mungkin ada orang yang bertanya : "Adakah ayat di dalam Al-Qur'an yang
menjelaskan jumlah shalat lima waktu berikut bilangan raka'at tiap-tiap
shalat ? Bagaimanakah dengan firman Allah yang menjelaskan bahwa
Al-Qur'an diturunkan untuk menerangkan segala sesuatu, padahal kita
tidak menemukan ayat yang menjelaskan bilangan raka'at tiap-tiap shalat
?".
Jawabnya : Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjelaskan di dalam
Al-Qur'an bahwasanya kita di wajibkan mengambil dan mengikuti segala apa
yang telah disabdakan dan ditunjukkan oleh Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam. Hal ini berdasarkan atas firman Allah Ta'ala.
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ
"Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah" [An-Nisaa : 80].
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
"Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah". [Al-Hasyr : 7].
Maka segala sesuatu yang telah dijelaskan oleh sunnah Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya Al-Qur'an telah
menunjukkannya pula. Karena sunnah termasuk juga wahyu yang diturunkan
dan diajarkan oleh Allah kepada Rasulullah Shalallallahu 'alaihi wa
sallam. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya.
وَأَنْزَلَ اللَّهُ عَلَيْكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ
"Artinya : Dan Allah telah menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) kepadamu". [An-Nisaa : 113].
Dengan demikian, apa yang disebutkan dalam sunnah maka sebenarnya telah disebutkan pula dalam Al-Qur'an.
RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM TELAH MENJELASKAN PULA SELURUH AGAMA
Pembaca yang budiman.
Apabila saudara telah mengakui dan meyakini akan hal-hal di atas, maka
apakah masih ada sesuatu hal tentang agama yang dapat mendekatkan kepada
Allah belum dijelaskan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sampai
beliau wafat ?
Tentu tidak. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menerangkan segala
sesuatu berkenan dengan agama, baik melalui perkataan, perbuatan atau
persetujuan beliau. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam telah
menerangkannya langsung dari inisiatif beliau, atau sebagai jawaban atas
pertanyaan. Kadangkala, dengan kehendak Allah, ada seorang Badui datang
kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk bertanya tentang
sesuatu masalah dalam agama, sementara para sahabat yang selalu
menyertai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menanyakan hal
tersebut. Karena itu para sahabat merasa senang apabila ada seorang
Badui datang untuk bertanya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Sebagai bukti bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan
segala apa yang diperlukan manusia dalam ibadah, mu'amalah dan
kehidupan mereka, yaitu firman Allah Ta'ala.
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
"Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku
cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku ridhai Islam itu jadi agama
bagimu". [Al-Maa'idah : 3]
SETIAP BID’AH ADALAH KESESATAN
Apabila masalah tadi sudah jelas dan menjadi ketetapan saudara, maka
ketahuilah bahwa siapapun yang berbuat bid'ah dalam agama, walaupun
dengan tujuan baik, maka bid'ahnya itu, selain merupakan kesesatan,
adalah suatu tindakan menghujat agama dan mendustakan firman Allah
Ta'ala, yang artinya : "Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu
agamamu ....." . Karena dengan perbuatannya tersebut, dia seakan-akan
mengatakan bahwa Islam belum sempurna, sebab amalan yang diperbuatnya
dengan anggapan dapat mendekatkan diri kepada Allah belum terdapat di
dalamnya.
Anehnya, ada orang yang melakukan bid'ah berkenan dengan dzat, asma' dan
sifat Allah Azza wa Jalla, kemudian ia mengatakan bahwa tujuannya
adalah untuk mengagungkan Allah, untuk mensucikan Allah, dan untuk
menuruti firman Allah Ta'ala.
فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا
"Maka janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah". [Al-Baqarah : 22]
Aneh, bahwa orang yang melakukan bid'ah seperti ini dalam agama Allah,
yang berkenan dengan dzat-Nya, yang tidak pernah dilakukan oleh para
ulama salaf, mengatakan bahwa dialah yang mensucikan Allah, dialah yang
mengagungkan Allah dan dialah yang menuruti firman-Nya : "Artinya : Maka
janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah", dan barangsiapa
yang menyalahinya maka dia adalah mumatstsil musyabbih (orang yang
menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya), atau menuduhnya dengan
sebutan-sebutan jelek lainnya.
Anehnya lagi, ada orang-orang yang melakukan bid'ah dalam agama Allah
berkenaan dengan pribadi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Dengan perbuatannya itu mereka menganggap bahwa dirinyalah orang yang
paling mencintai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan yang
mengagungkan beliau, barangsiapa yang tidak berbuat sama seperti mereka
maka dia adalah orang yang membenci Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam, atau menuduhnya dengan sebutan-sebutan jelek lainnya yang biasa
mereka pergunakan terhadap orang yang menolak bid'ah mereka.
Aneh, bahwa orang-orang semacam ini mengatakan : "Kamilah yang
mengagungkan Allah dan Rasul-Nya". Padahal dengan bid'ah yang mereka
perbuat itu, mereka sebenarnya telah bertindak lancang terhadap Allah
dan Rasul-Nya. Allah Ta'ala telah berfirman.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ
وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan
Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui". [Al-Hujuraat : 1].
Pembaca yang budiman.
Disini penulis mau bertanya, dan mohon -demi Allah- agar jawaban yang
anda berikan berasal dari hati nurani bukan secara emosional, jawab yang
sesuai dengan tuntunan agama anda, bukan karena taklid (ikut-ikutan).
Apa pendapat anda terhadap mereka yang melakukan bid'ah dalam agama
Allah, baik yang berkenan dengan dzat, sifat dan asma' Allah Subhanahu
wa Ta'ala atau yang berkenan dengan pribadi Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam. Kemudian mengatakan : "Kamilah yang mengagungkan
Allah dan Rasulullah ?".
Apakah mereka ini yang lebih berhak disebut sebagai pengagung Allah dan
Rasulullah, ataukah orang-orang yang mereka itu tidak menyimpang seujung
jaripun dari syari'at Allah, yang berkata : "Kami beriman kepada
syari'at Allah yang dibawa Nabi, kami mempercayai apa yang diberitakan,
kami patuh dan tunduk terhadap perintah dan larangan ; kami menolak apa
yang tidak ada dalam syari'at, tak patut kami berbuat lancang terhadap
Allah dan Rasul-Nya atau mengatakan dalam agama Allah apa yang tidak
termasuk ajarannya ?".
Siapakah, menurut anda, yang lebih berhak untuk disebut sebagai orang yang mencintai serta mengagungkan Allah dan Rasul-Nya .?
Jelas golongan yang kedua, yaitu mereka yang berkata : "Kami mengimani
dan mempercayai apa yang diberitakan kepada kami, patuh dan tunduk
terhadap apa yang diperintahkan ; kami menolak apa yang tidak
diperintahkan, dan tak patut kami mengada-adakan dalam syari'at Allah
atau melakukan bid'ah dalam agama Allah". Tak syak lagi bahwa mereka
inilah orang-orang yang tahu diri dan tahu kedudukan Khaliqnya.
Merekalah yang mengagungkan Allah dan Rasul-Nya, dan merekalah yang
menunjukkan kebenaran kecintaan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya.
Bukan golongan pertama, yang melakukan bid'ah dalam agama Allah, dalam
hal akidah, ucapan, atau perbuatan. Padahal, anehnya, mereka mengerti
sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam.
إِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُورِ، فَإِنَّ كُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَة،
وَكُلَّ بدْعَةٍ ضَلاَ لَةُ، وَكُلَّ ضَلاَ لَةٍ فِي النَّارِ
"Jauhilah perkara-perkara baru, karena setiap perkara baru adalah
bid'ah, setiap bid'ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan masuk dalam
neraka".
Sabda beliau : "setiap bid'ah " bersifat umum dan menyeluruh, dan mereka mengetahui hal itu.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang menyampaikan maklumat umum
ini, tahu akan konotasi apa yang disampaikannya. Beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam adalah manusia yang paling fasih, paling tulus
terhadap umatnya, tidak mengatakan kecuali apa yang dipahami maknanya,
Maka ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Kullu
bid'atin dhalalah", Beliau menyadari apa yang diucapkan, mengerti betul
akan maknanya, dan ucapan ini timbul dari beliau karena beliau
benar-benar tulus terhadap umatnya.
Apabila suatu perkataan memenuhi ketiga unsur ini, yaitu : diucapkan
dengan penuh ketulusan, penuh kefasihan dan penuh pengertian, maka
perkataan tersebut tidak mempunyai konotasi lain kecuali makna yang
dikandungnya.
Dengan pernyataan umum tadi, benarkah bahwa bid'ah dapat kita bagi menjadi tiga bagian, atau lima bagian ?
Sama sekali tidak benar. Adapun pendapat sebagian ulama yang mengatakan
bahwa ada bid'ah hasanah, maka pendapat tersebut tidak lepas dari dua
hal.
Pertama : kemungkinan tidak termasuk bid'ah tapi dianggapnya sebagai bid'ah.
Kedua : kemungkinan termasuk bid'ah, yang tentu saja sayyi'ah (buruk), tetapi dia tidak mengetahui keburukannya.
Jadi setiap perkara yang dianggapnya sebagai bid'ah hasanah, maka jawabannya adalah demikian tadi.
Dengan demikian, tak ada jalan lagi bagi ahli bid'ah untuk menjadikan
sesuatu bid'ah mereka sebagai bid'ah hasanah, karena kita telah
mempunyai senjata ampuh dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,
yaitu :
وَكُلُّ بدْعَةٍ ضَلاَ
"Setiap bid'ah adalah kesesatan"
Senjata itu bukan dibuat di sembarang pabrik, melainkan datang dari Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan dibuat sedemikian sempurna. Maka
barangsiapa yang memegang senjata ini tidak akan dapat dilawan oleh
siapapun dengan bid'ah yang dikatakannya sebagai hasanah, sementara
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menyatakan : "Setiap
bid'ah adalah kesesatan".
[Disalin dari buku Al-Ibdaa' fi Kamaalis Syar'i wa Khatharil Ibtidaa',
edisi Indonesia Kesempurnaan Islam dan Bahaya Bid'ah, karya Syaikh
Muhammad bin Sholeh Al-'Utsaimin, penerjemah Ahmad Masykur MZ, penerbit
Yayasan Minhajus Sunnah, Bogor - Jabar]
_______
Footnote
[1]. Maksudnya : Pakaian luar, yang kalau dibuka tidak menampakkan aurat.
[2]. Jilbab sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada.
[3]. Pada masa Jahiliyah, orang-orang yang berihram di waktu haji mereka
memasuki rumahnya dari belakang, bukan dari depan. Hal ini ditanyakan
oleh para sahabat kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka
turunlah ayat ini sebagai penjelas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar