Oleh: Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا}
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”. (At-Tahrim: 6)
Seorang ibu, ayah, serta pengajar, akan ditanya di hadapan Allah
tentang pendidikan generasi ini. Apabila mereka baik dalam mendidik,
maka generasi ini akan bahagia dan begitu pula mereka juga akan bahagia
di dunia dan akhirat. Namun, apabila mereka mengabaikan pendidikan
generasi ini, maka generasi ini akan celaka, dan dosanya akan ditanggung
oleh pundak-pundak mereka. Oleh karena itu dikatakan dalam sebuah
hadits,
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَ كُلُّكُمْ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian adalah pemimpin dan pemimpin akan ditanyai tentang kepemimpinannya” (Muttafaqun ‘alaihi).
Berita gembira bagimu wahai para pengajar, dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam,
فَوَاللهِ لَيَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ خُمْرِ النَّعَمَ
“Demi Allah, jika Allah menunjuki seseorang lewatmu, ini lebih baik daripada unta-unta merah”
Berita gembira bagi kalian berdua wahai ayah dan ibu, dengan sebuah hadits yang shahih:
اِذَ مَاتَ اْلإِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلَثٍ:
صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ
يَدْعُوْ لَهُ
“Apabila seorang manusia meninggal, maka amalannya terputus kecuali
tiga perkara. Shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat serta anak shalih
yang mendoakannya” (HR. Muslim).
Wahai para pengajar, hendaknya engkau memperbaiki dirimu terlebih
dahulu. Kebaikan menurut anak-anak adalah apa-apa yang engkau lakukan.
Sebaliknya, keburukan menurut mereka adalah apa-apa yang engkau
tinggalkan. Baiknya perilaku pengajar dan kedua orang tua di hadapan
anak-anak merupakan sebaik –baiknya pendidikan bagi mereka.
Kewajiban para Pendidik dan Pengajar
1. Mengajari anak-anak ucapan “Lailaha illallah Muhammadur
Rasulullah”, serta memahamkan kepadanya makna kalimat tersebut ketika
dia besar, yaitu “Tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah
melainkan Allah”.
2. Menanamkan rasa cinta serta keimanan kepada Allah di dalam hati
anak karena Allah semata-lah yang telah menciptakan, memberi rezeki dan
menolong kita. Tak ada sekutu bagi-Nya.
3. Mengajari anak-anak untuk meminta serta memohon pertolongan hanya
kepada Allah karena sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada
putra pamannya,
إِذَا سَأَلْتَ فَسْأَلِ اللَّهَ ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ
“Jika engkau meminta, mintalah kepada Allah. Jika engkau memohon
pertolongan, memohonlah kepada Allah” (HR. At-Tirmidzi dan beliau
berkata haditsnya hasan shahih).
Memperingatkan dari Perkara-Perkara yang Diharamkan
1. Memperingatkan anak-anak dari kekafiran, celaan, laknat serta
perkataan yang kotor serta memahamkan mereka dengan lemah lembut bahwa
kekafiran itu menyebabkan kerugian serta masuk ke dalam neraka. Dan
hendaknya kita menjaga lisan kita di hadapan mereka agar kita menjadi
teladan yang baik bagi mereka.
2. Memperingatkan dari perbuatan syirik kepada Allah: Yaitu beribadah
kepada selain Allah, misalnya kepada orang-orang yang telah mati,
meminta pertolongan kepada mereka. Mereka itu hanyalah hamba yang tidak
berkuasa atas kemudharatan serta kemanfaatan. Allah ta’ala berfirman:
{وَلاَ تَدْعُ مِن دُونِ اللّهِ مَا لاَ يَنفَعُكَ وَلاَ يَضُرُّكَ فَإِن فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِّنَ الظَّالِمِينَ}
“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan
tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu
berbuat (yang demikian), itu, Maka Sesungguhnya kamu kalau begitu
termasuk orang-orang yang zhalim”. (Yunus: 106)
3. Memperingatkan anak-anak dari judi dengan berbagai macam jenisnya
seperti lotere, meja judi, dan yang selain itu meskipun hal tersebut
hanya sebagai hiburan. Karena perkara itu mengarah kepada taruhan,
menyebabkan permusuhan, serta merupakan kerugian bagi diri, harta dan
waktunya dan akan menyia-nyiakan shalat.
4. Melarang anak-anak dari melihat membaca majalah-majalah cabul,
gambar-gambar yang telanjang serta kisah-kisah kriminal dan kisah-kisah
berbau seks. Juga melarang mereka dari film-film di bioskop dan televisi
karena akan membahayakan akhlaq serta masa depan mereka.
5. Memperingatkan mereka dari bahaya merokok dan memahamkan mereka
bahwa para dokter telah sepakat bahwa rokok tersebut membahayakan
jasmani, menyebabkan kanker, merusak gigi, menyebabkan bau tak sedap,
merusak paru-paru. Tidak terdapat satu manfaat pun di dalam rokok. Maka
haram menghisap serta membelinya. Sarankan baginya untuk mengkonsumsi
buah atau cemilan untuk menggantikan rokok tersebut.
6. Membiasakan anak-anak dengan sifat jujur dalam perkataan serta
perbuatan dengan cara kita tidak berdusta kepada mereka meskipun cuma
bercanda. Jika kita berjanji kepada mereka, maka penuhilah janji
tersebut. Di dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذِبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ.
“Tanda munafiq itu ada tiga: Jika berbicara dia berdusta, jika
berjanji dia tidak tepati, dan jika diamanahi maka dia berkhianat” (HR.
Al-Bukhari dan Muslim).
7. Tidak memberi makan anak-anak kita dengan harta yang haram seperti
sogokan, riba, harta curian dan harta yang didapat dari menipu. Ini
merupakan sebab keburukan, kebandelan serta kemaksiatan mereka.
8. Tidak mendoakan anak dengan kecelakaan dan kemurkaan karena doa
itu akan dikabulkan meski itu kebaikan maupun keburukan. Terkadang doa
kejelekan itu akan menambah kesesatan bagi diri mereka. Sebaiknya kita
katakan kepada anak kita, “Ashlahakallah (semoga Allah memperbaikimu)”.
Mengajari Shalat
1. Wajib mengajari shalat kepada anak, laki-laki dan perempuan di
masa kecil mereka sehingga mereka terbiasa ketika besar karena sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam sebuah hadits shahih:
عَلِّمُوْا اَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ إِذَا بَلَغُوْا سَبْعًا
وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا إِذَا بَلَغُوْا عَشْرًا وَفَرِّقُوْا
بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
“Ajari anak-anak kalian shalat jika usianya sudah tujuh tahun. Dan
pukullah mereka jika telah mencapai usia sepuluh tahun. Dan pisahkan
tempat tidur mereka” (Shahih. Lihat Shahih Shahihil Jami’ karya
Al-Albani).
Bentuk pengajarannya bisa lewat berwudhu dan shalat di hadapan mereka
serta pergi ke masjid bersama mereka. Bisa juga dengan mendorong mereka
untuk mempelajari buku-buku pelajaran shalat untuk mengajari seluruh
anggota keluarga tentang shalat. Ini adalah perkara yang diinginkan dari
seorang pengajar dan kedua orang tua. Setiap peremehan terhadap perkara
ini akan ditanya oleh Allah kelak.
2. Mengajarkan Al-Quran Al-Karim kepada anak-anak. Dimulai dengan
surat Al-Fathihah dan surat-surat yang pendek serta doa tahiyat untuk
shalat. Dan menyediakan guru khusus bagi mereka yang mengajari tajwid,
menghapal Al-Quran serta hadits.
3. Menyemangati anak-anak untuk shalat Jum’at dan shalat jama’ah di
masjid dengan posisi di belakang laki-laki dewasa. Dan hendaknya
berlemah lembut dalam menasihati mereka jika mereka tersalah. Jangan
membentak dan mencela mereka, khawatirnya mereka akan meninggalkan
shalat dan setelah itu kita akan berdosa.
4. Membiasakan anak-anak untuk berpuasa ketika berusia tujuh tahun agar kelak mereka terbiasa ketika dewasa.
Penutup Kepala dan Hijab
1. Memberikan dorongan kepada anak perempuan dalam mengenakan penutup
saat mereka kecil agar mereka terbiasa ketika besar. Jangan memakaikan
kepada mereka pakaian yang pendek. Jangan pula kenakan celana panjang
atau kemeja, karena hal tersebut meniru laki-laki dan orang-orang kafir.
Ini juga merupakan sebab pengaruh negatif bagi para pemuda. Dan wajib
bagi kita memerintahkan untuk mengenakan kerudung di atas kepalanya
ketika dia berusia tujuh tahun serta menutup wajahnya ketika telah
dewasa dan menggunakan pakaian hitam yang panjang, menutupi dan lebar
yang menjaga kemuliaannya. Dan Al-Quran Al-Karim menyeru seluruh wanita
mu’minat untuk berhijab, Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء
الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى
أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ
Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu
dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya
ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. (Al-Ahzab: 59).
Dan Allah ta’ala melarang wanita mu’minat untuk berhias dan memperlihatkan wajahnya. Dia berfirman,
وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu (Al-Ahzab: 23)
2. Menasihati anak-anak untuk mengenakan pakaian yang sesuai dengan
jenis kelaminnya agar membedakan diri dari jenis kelamin lawannya serta
dari pakaian asing dan model-modelnya seperti celana yang ketat. Begitu
juga dengan budaya-budaya yang membahayakan. Di dalam sebuah hadits yang
shahih Rasulullah bersabda,
لعن النبي صلى الله عليه وسلم المتشبهين من الرجال بالنساء والمتشبهات
من النساء بالرجال ، ولعن المخنثين من الرجال ، والمترجلات من النساء
“Nabi melaknat laki-laki yang menyerupai wanita, dan para wanita
yang menyerupai laki-laki. Juga melaknat para banci dari kalangan pria
serta wanita yang bertingkah seperti laki-laki.” (HR. Al-Bukhari).
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang meniru sebuah kaum, maka dia termasuk mereka.” (Shahih, HR. Abu Daud)
Akhlaq dan Adab
1. Membiasakan anak menggunakan tangan kanan ketika menerima dan
memberi, makan dan minum, menulis, serta menghidangkan jamuan.
Mengajarkan mereka untuk mengucapkan bismillah pada setiap kali memulai
setiap pekerjaan, khususnya untuk makan dan minum hendaknya dia lakukan
dalam keadaan duduk dan mengucapkan alhamdulillah ketika selesai.
2. Membiasakan anak untuk bersih, memotong kuku, dan mencuci tangan
sebelum makan dan setelahnya. Mengajari mereka istinja’ (bercebok) dan
mengambil tisu setelah buang air untuk membersihkan kotoran atau mencuci
dengan air agar sah shalatnya dan tidak menajisi pakaiannya.
3. Hendaknya berlemah lembut dalam menasihatinya dengan diam-diam,
dan tidak mengumbar kesalahannya. Apabila dia membandel, maka kita tidak
mengajaknya bicara selama tiga hari dan tidak ditambah.
4. Memerintahkan anak-anak untuk diam saat terdengar adzan dan
menjawab ucapan muadzin dengan semisal apa yang diucapkan muadzin.
Kemudian bershalawat kepada Nabi dan mengucapkan doa wasilah,
اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ اَلدَّعْوَةِ اَلتَّامَّةِ, وَالصَّلَاةِ
اَلْقَائِمَةِ, آتِ مُحَمَّدًا اَلْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ, وَابْعَثْهُ
مَقَامًا مَحْمُودًا اَلَّذِي وَعَدْتَهُ
“Ya Allah, Rabb pemilik panggilan yang sempurna ini dan shalat yang
ditegakkan. Berikanlah Muhammad wasilah dan keutamaan, dan bangkitkanlah
untuknya tempat yang terpuji yang telah Engkau janjikan”. (HR.
Al-Bukhari).
5. Hendaknya kita menyediakan tempat tidur yang terpisah bagi
masing-masing anak jika memungkinkan. Kalau tidak bisa, maka pisahkan
selimutnya. Dan yang lebih utama adalah mengkhususkan kamar bagi anak
perempuan dan kamar khusus bagi anak laki-laki. Ini akan menjaga akhlaq
serta kesehatan mereka.
6. Membiasakannya untuk tidak membuang sampah di jalan serta menyingkirkan apa yang mengganggu di jalan tersebut.
7. Memperingatkan dari genk-genk yang buruk serta mengawasi mereka dari nongkrong di jalan.
8. Memberikan salam kepada anak-anak di rumah dan di jalan dan
menebarkannya dengan lafazh “Assalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh”.
9. Berwasiat kepada anak-anak untuk berbuat baik kepada tetangganya dan tidak memusuhi mereka.
10. Membiasakan anak untuk memuliakan tamu, menghormati serta berusaha menjamunya.
Jihad dan Keberanian
1. Menyediakan waktu khusus untuk duduk bersama keluarga serta para
murid dan membacakan buku tentang sirah Rasul shallallahu ‘alaihi
wassalam serta sirah shahabatnya. Agar mereka mengetahui bahwa beliau
adalah sosok yang pemberani, dan sahabat-sahabat beliau seperti Abu
Bakr, Umar, Utsman, Ali dan Muawiyah telah membebaskan negeri-negeri
kita. Ini merupakan sebab datangnya hidayah Allah kepada kita. Mereka
ditolong dengan sebab keimanan dan peperangan mereka, pengamalan mereka
terhadap Al-Quran dan As-Sunnah, serta akhlak mereka yang tinggi.
2. Mendidik anak-anak agar berani, beramar ma’ruf nahi munkar, dan
hendaknya mereka tidaklah takut melainkan hanya kepada Allah. Dan tidak
boleh menakut-nakuti mereka dengan cerita-cerita bohong, horor serta
menakuti mereka dengan gelap.
3. Menanamkan pada anak-anak dendam kesumat kepada Yahudi dan
orang-orang zhalim. Pemuda-pemuda kita akan membebaskan Palestina dan
Al-Quds ketika mereka kembali mempelajari Islam dan berjihad di jalan
Allah dan mereka akan ditolong dengan seizin Allah.
4. Memberi kisah-kisah pendidikan Islam yang bermanfaat seperti
serial kisah Al-Quran Al-Karim dan sirah nabawiyah serta tokoh-tokoh
sahabat dan para pahlawan muslim seperti kitab:
1. Asy-Syama’il Muhammadiyah wal Akhlaqun Nabawiyah dan Adab Al-Islamiyah
2. Min Bada’il Qashash An-Nabawi Ash-Shahih
Bersikap Adil dalam Pemberian kepada Anak-anak
1. Dari Nu’man bin Basyir, beliau berkata, “Ayahku memberikan
sebagian hartanya kepadaku, maka ibuku (Umarah bintu Rawahah) berkata,
“Aku tidak ridha sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menyaksikannya. Maka ayahku menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam untuk mempersaksikan pemberian tersebut. Maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apakah engkau membagikannya
kepada seluruh anakmu?” Ayahku menjawab, “Tidak”. Rasulullah bersabda,
“Bertaqwalah kepada Allah dan berbuat adillah di antara anak-anak
kalian”. (Muttafaqun alaihi).
Di dalam riwayat yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,”Kalau begini, janganlah engkau minta aku mempersaksikannya,
karena sesungguhnya aku akan menyaksikan sesuatu yang rusak”. (HR.
Muslim dan An-Nasa’i).
2. Berpeganglah dengan keadilan –wahai saudaraku muslim- di antara
anak-anakmu di dalam pemberian dan wasiat. Janganlah engkau mengharamkan
(tidak memberi) hak warisan seseorang pun dari anakmu. Bahkan hendaknya
engkau ridha dengan apa yang Allah tentukan dan membaginya. Jangan
mengutamakan hawa nafsu dan kecenderungan hati kepada sebagian ahli
waris dan tidak kepada sebagian lainnya, karena ini akan membawamu masuk
ke dalam api neraka. Betapa banyak orang yang menentukan harta mereka
hanya untuk sebagian ahli waris mereka, sehingga muncullah dendam dan
kebencian di antara para ahli waris. Ini menyebabkan mereka pergi ke
pengadilan serta menghabiskan harta-harta mereka untuk para hakim dan
pengacara.
(Diterjemahkan dari Kitab Kaifa Nurabbi Auladana karya Asy
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, penerjemah: Abu Umar Al Bankawy,
muraja’ah: Al Ustadz Ali Basuki)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar