Wahai saudaraku seiman,kenapa antum memandang kami
aneh.selalu mengucilkan kami.pada hal kami mengikuti Al Quran dan Sunnah
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan pemahaman Salafush
Shalih..Kami tidak pernah mengada-ngada dlm urusan agama,karena kami
berpedoman pd Al qur’an dan sunnah serta Taslim pada keduanya.Umat Islam
saat ini hancur dan bercerai berai karena umat Islam tidak lagi
Taslim(Patuh dan taat secara mutlak) pada Al-qur'an dan Sunnah yg telah
di bawa dan di ajarkan oleh Salafush Shalih/Sahabat terdahulu..
SIAPAKAH SALAF?
Salaf
adalah orang-orang yang ALLAH telah memerintahkan kita untuk berpegang
dengan Al-Qur`ân dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman mereka.
Syaikh
Salim Al-Hilali menukil keterangan Ibnu Manzhur seorang pakar bahasa
Arab mengenai makna kata ’salaf’. Ibnu Manzhur mengatakan di dalam
kamus Lisan Al-’Arab (9/159), “Salaf juga bermakna setiap orang yang
mendahuluimu, yaitu nenek moyangmu dan orang-orang terdahulu yang masih
memiliki hubungan kerabat denganmu; yang mereka itu memiliki umur dan
keutamaan yang lebih di atasmu. Oleh sebab itu generasi pertama (umat
ini) dari kalangan tabi’in disebut sebagai kaum
salafush-shalih/pendahulu yang baik.” (lihat Limadza ikhtartul manhaj
salafy, hal. 30).
Kata salaf itu sendiri sudah disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
haditsnya kepada Fathimah, ”Sesungguhnya sebaik-baik salafmu adalah
aku.” (HR. Muslim [2450/98]). Artinya sebaik-baik pendahulu. Kata salaf
juga sering digunakan oleh ahli hadits di dalam kitab haditsnya.
Bukhari rahimahullah mengatakan, “Rasyid bin Sa’ad berkata ‘Para salaf
menyukai kuda jantan. Karena ia lebih lincah dan lebih berani.” Al
Hafizh Ibnu Hajar menafsirkan kata salaf tersebut, “Maksudnya adalah
para sahabat dan orang sesudah mereka.” (lihat Limadza ikhtartul manhaj
salafy, hal. 31-32).
Sedangkan menurut istilah para
ulama, maka yang dimaksud dengan salaf adalah sebuah karakter yang
melekat secara umum pada diri para sahabat radhiyallahu’anhum, dan
orang-orang sesudah mereka pun bisa disebut demikian jika mereka
mengikuti dan meneladani jejak para sahabat (lihat Limadza ikhtartul
manhaj salafy, hal. 30).
Apabila disebut generasi salaf maka yang
dimaksud adalah tiga kurun terbaik umat ini; sahabat, tabi’in, dan
tabi’ut tabi’in. Itulah tiga generasi terbaik yang telah dipersaksikan
kebaikan dan keutamaannya oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah di
jamanku (para sahabat), kemudian orang-orang setelah mereka (tabi’in),
dan kemudian yang setelah mereka lagi (tabi’ut tabi’in).” (HR. Bukhari
dan Muslim, hadits mutawatir). Ini merupakan pemaknaan salaf jika
ditinjau dari sisi masa (lihat Limadza ikhtartul manhaj salafy, hal.
33).
Syaikh Dr. Nashir bin Abdul Karim Al ‘Aql mengatakan,
“Salaf adalah generasi awal umat ini, yaitu para sahabat, tabi’in dan
para imam pembawa petunjuk pada tiga kurun yang mendapatkan keutamaan
(sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in, red). Dan setiap orang yang
meneladani dan berjalan di atas manhaj mereka di sepanjang masa disebut
sebagai salafi sebagai bentuk penisbatan terhadap mereka.” (Mujmal
Ushul Ahlis Sunnah wal Jama’ah fil ‘Aqidah, hal. 5-6)
Allah
ta’ala berfirman mengisyaratkan kelurusan manhaj salaf yang mulia ini
dengan firman-Nya (yang artinya), “Dan orang-orang yang lebih dahulu
(masuk Islam) dan pertama-tama (berjasa dalam dakwah) yaitu kaum
Muhajirin dan Anshar dan juga orang-orang yang mengikuti mereka dengan
baik, Allah meridhai mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. Allah
mempersiapkan untuk mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah
keberuntungan yang sangat besar.” (QS. At-Taubah : 100).
Al-Jauhari
berkata dalam kamus Mukhtârus-Shihâh hal. 331 : “Kata salafa yaslufu,
dengan men-dhammah (lam mudhâri’)-nya, salafan, dengan dua fathah adalah
yang telah lalu. Kaum sullaf adalah kaum terdahulu. Salaf seseorang
adalah kakek moyangnya terdahulu. Dan bentuk jamak (kata salaf) adalah
aslaf dan sullaf.” -Selesai-.
Di dalam hadits tentang
ucapan salam kepada penghuni kubur bagi yang melewatinya, Nabi
shollallâhu ‘alaihi wa sallam mengajarkan umatnya untuk mengucapkan :
السَّلاَمُ
عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ المُسْلِمِيْنَ وَالمُؤْمِنِيْنَ
أَنْتُمْ سَلَفُنَا وَنَحْنُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ يَغْفِرُ اللهُ لَنَا
وَلَكُمْ
“Semoga keselamatan bagi kalian para
penghuni kubur dari kalangan muslimin dan mukminin. Kalian adalah salaf
kami dan kami akan menyusul kalian. Semoga ALLAH mengampuni
(-dosa-dosa-) kami dan (-dosa-dosa-) kalian.”
Sabda Nabi Shallahu 'Alaihi Wasallam ("Kalian adalah salaf kami.."), artinya: kalian adalah pendahulu kami.
ALLAH
‘Azza wa Jalla telah mensifati kaum mukminin, bahwa mereka adalah
orang-orang yang mendoakan kaum mukminin yang telah mendahului mereka
dengan (membawa) keimanan, ketika ALLAH membagi mereka menjadi tiga
golongan -di dalam surat Al-Hasyr-. ALLAH berfirman:
لِلْفُقَرَاءِ
الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ
يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَاناً
(Artinya:(Juga)
bagi para fuqara yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan
dari harta benda mereka (-karena-) mencari karunia dari ALLAH dan
keridhaan (-Nya-)…) (Al-Hasyr : 8)
Kemudian ALLAH subahanahu wa ta’ala berfirman :
وَالَّذِينَ تَبَوَّأُوا الدَّارَ وَالْأِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ
وَلا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا
(Artinya:Dan
orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman
(Anshar) sebelum (-kedatangan-) mereka (Muhajirin), mereka mencintai
orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan
dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang
Muhajirin).)(Al-Hasyr : 9)
Golongan ke-tiga adalah yang datang setelah mereka, sebagaimana yang ALLAH sifatkan mereka melalui firman-Nya :
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْأِيمَانِ
وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَحِيمٌ
(Artinya:
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar),
mereka berdoa: “Ya Rabb kami, berilah ampunan kepada kami dan
saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami. Dan
janganlah Engkau biarkan kedengkian di dalam hati kami terhadap
orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha
Penyantun lagi Maha Penyayang.”) (Al-Hasyr : 10)
Al-Baghawi telah menukil dari Ibnu Abi Laila bahwa dia berkata :
“Manusia
terbagi menjadi tiga golongan, yaitu Muhajirin dan orang-orang yang
telah tinggal di Madinah dan beriman sebelum (-kedatangan-) mereka (kaum
Muhajirin), (-saya berkata : "yaitu Anshar." Kemudian dia melanjutkan-)
serta orang-orang yang datang setelah mereka. Maka
bersungguh-sungguhlah agar anda tidak keluar dari ketiga golongan ini.”
Syaikh Al-‘Allâmah As-Si’di berkata -setelah menafsirkan dua ayat tentang kaum Muhajirin dan Anshar- :
“Keduanya
adalah golongan yang utama lagi shaleh. Mereka adalah para Shahabat
yang mulia dan para Imam dan tokoh-tokoh yang telah mendapatkan
(-keistimewaan-) pertama. Keutamaan dan kedudukan mulia yang membuat
mereka melampaui orang yang datang setelahnya, sehingga dengan itu
mereka juga mencapai (-kedudukan-) orang-orang sebelumnya. Merekapun
menjadi panutan kaum mukminin, para tokoh muslimin, dan para pimpinan
orang-orang yang bertakwa.
Oleh sebab itu ALLAH
menyebutkan bahwa di antara orang-orang yang akan datang terdapat
orang-orang yang mengikuti mereka. ALLAH berfirman, “Dan orang-orang
yang datang sesudah mereka.” Yaitu setelah kaum Muhajirin dan Anshar,
mereka berdoa dalam rangka menasehati diri sendiri dan selain mereka
dari seluruh muslimin :
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْأِيمَانِ
(Artinya:“Ya Rabb kami, berilah ampunan kepada kami dan saudara- saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami.”)
(-masih-)
As-Si’di berkata : Ini adalah doa yang mencakup seluruh kaum mukminin
dari generasi pertama para Shahabat, sebelum, dan setelah mereka. Dan
ini termasuk keutamaan keimanan, bahwa kaum mukminin saling memberikan
manfaat dan saling mendoakan dengan sebab kesatuan iman -yang
mengharuskan adanya ikatan ukhuwah antar sesama mukminin- , yang di
antara cabang (-ikatan ukhuwah itu-) adalah saling mendoakan dan saling
mencintai antara yang satu dengan lainnya.
Oleh sebab itu
ALLAH menyebutkan penghapusan kedengkian dari hati secara keseluruhan,
sedikit, dan banyaknya di dalam doa ini, di-mana jika kedengkian telah
hilang, maka tetaplah kebalikannya, yaitu kecintaan, loyalitas, nasehat,
dan semisalnya -yang merupakan hak-hak kaum mukminin-.
Kemudian
ALLAH mensifati generasi yang hidup setelah Shahabat dengan keimanan,
sebab doa mereka ("…saudara-saudara kami yang telah beriman lebih
dahulu…") menunjukkan kebersamaan mereka dalam keimanan. Dan mereka
mengikuti keyakinan dan pokok-pokok keimanan para Shahabat. Mereka
adalah Ahlus-Sunnah Wal Jama’ah -tiada yang yang benar menyandang sifat
ini secara sempurna kecuali mereka-.
Dan ALLAH mensifati
mereka dengan pengakuan mereka terhadap dosa-dosa, permohonan ampun
darinya, saling memohonkan ampun, serta kesungguhan mereka untuk
menghilangkan kedengkian dan dendam terhadap sesama saudaranya yang
beriman. Sebab doa mereka mengandung konsekuensi sebagaimana yang telah
kami sebutkan dan mengandung sikap saling mencintai satu sama lainnya,
cinta terhadap saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri, serta
memberikan nasehat kepadanya dalam keadaan ada atau tidak, hidup atau
mati.
Kemudian mereka menutup doanya dengan menyebut dua
nama yang mulia yang menunjukkan kesempurnaan rahmat-ALLAH, kasih sayang
yang mendalam, dan kebaikan-Nya kepada mereka, yang intinya -bahkan
yang termulia- berupa taufik kepada mereka untuk menunaikan hak-hak-Nya
dan hak-hak hamba-Nya.
Merekalah tiga golongan umat ini.
Yaitu kaum Muhajirin, Anshar - mereka adalah para Shahabat Rasulullah
shollallâhu ‘alaihi wa sallam-, kemudian generasi mukminin setelah
mereka. Masing-masing mereka berhak mendapatkan fai’ yang bisa
dialokasikan untuk kemaslahatan Islam.”
(syaikh
Ahmad An-Najmi) berkata : Dan di antara yang menunjukkan (keharusan)
generasi mukminin sekarang meneladani para Shahabat Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam adalah celaan ALLAH ‘Azza wa Jalla -terhadap
yang meninggalkan jalan para Shahabat- di dalam firman-Nya :
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ
نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيراً
(Artinya:Dan
barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin (-yaitu para
Shahabat, karena ayat ini turun pada zaman mereka-), Kami biarkan ia
leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan
ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.)
(An- Nisaa` : 115)
Dan ALLAH telah memerintahkan
melalui lisan Rasul-Nya untuk mengikuti sunnahnya dan sunnah Khulafâ`
Ar-Râsyidîn yang telah mendapatkan petunjuk -setelah beliau-,
sebagaimana di dalam hadits Al-Irbâdh bin Sâriyah :
((عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ المَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ،
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ ...))
“Wajib
bagi kalian untuk berpegang dengan sunnahku dan sunnah Khulafâ`
Ar-Râsyidîn yang telah mendapatkan petunjuk, gigitlah sunnah-sunnah
tersebut dengan gigi geraham kalian. Dan hati-hati kalian dari
perkara-perkara baru (- yang diada-adakan-) dalam agama ini…”
Dan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam tentang hadits iftirâq :
((وَسَتَفْتَرِقُ هَذِهِ الأُمَّةِ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلاَّ وَاحِدَةً
قَالُوا : مَنْ هُمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؛
قَالَ : هُمُ الَّذِيْنَ عَلَى مِثْلِ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي ))
“Akan
terpecah umat ini menjadi 73 golongan, semuanya masuk neraka kecuali
satu.” Para Shahabat bertanya : “Siapa mereka wahai Rasulullah ?” Beliau
menjawab : “Mereka yang menempuh jalan seperti jalan yang saya dan para
Shahabat tempuh.”
Maka sabda Nabi shalallahu
‘alaihi wasallam ini menetapkan para Shahabatnya serta menjadikan
pemahaman dan amal perbuatan mereka sebagai teladan bagi generasi
setelah mereka. Sebab mereka adalah orang-orang yang terjaga dari
bersepakat di atas kesesatan, (sebagaimana) terdapat dalam hadits :
((لاَ تَجْتَمِعُ أُمَّتِي عَلَى ضَلاَلَةٍ ))
“Ummatku tidak akan sepakat di-atas kesesatan.”
Wallahu ta’ala a’lam…
Abu Fadhil Al minangkabawy bin Bustami
Sumber : Asy-Syaikh Al-‘Allamah Ahmad bin Yahya An-Najmi,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar